PAKERTI : PAMBUKO LAN PANGOLAH KERSO ATI
Sabtu, 31 Oktober 2020
Selasa, 27 Oktober 2020
Konsep 100% Responsible
Konsep 100% Responsible
Dalam Hooponopono ada konsep luar biasa nama nya 100% Responsible.
Arti nya simple aja kok. Kita diajak untuk menyadari bahwa kita adalah penyebab dari semua nya.
Kalau saat ini kita mengalami penderitaan,
timbul pertanyaan,
siapa yang menyebabkan penderitaan ini ??
Menyalahkan orang lain atau apa pun di luar kita, itu mudah sekali. Umum nya orang ya begitu.
Pokok nya saya tidak salah, orang lain yang menjadi penyebab kenapa saya begini. Semua ini gara gara si A, B, C.
Pokok nya pokok nya pokok nya semua ini bukan saya penyebab nya.
Ketika kita menyalahkan pihak diluar kita, maka secara tidak langsung kita adalah korban dari keadaan.
Baca ulang dan renungkan kalimat "KORBAN".
Yes benar, ketika kita tidak 100% responsible, maka kita akan otomatis menjadi korban keadaan, yang tidak berdaya, dan tidak punya kontrol apa pun dalam hidup kita ini. .
Ketika anda menjadi korban, maka anda kehilangan kendali terhadap apa pun dalam hidup ini.
Mau bahagia atau sedih tergantung lingkungan.
Kalau lingkungan mendukung apa yang saya mau, maka saya bahagia.
Kalau lingkungan membully saya, maka saya stress dan depresi.
Bahagia atau tidak nya hidup anda hanya hasil merespon keadaan.
Sekali lagi, posisi nya hanya sebagai korban yang tidak berdaya.
Ibarat nya nonton televisi, remote kontrol yang mengatur channel nya ,kita kasih ke orang lain, sehingga kita menonton acara televisi yang belum tentu kita sukai.
Tanyakan : Apa hidup seperti ini yang anda mau ??
Apa Iya kita tidak bisa menentukan apa pun dalam hidup kita sendiri ?
Karena itu lah saya sangat mengagumi ajaran 100% responsible dalam Hooponopono.
Dengan bertanggung jawab 100%, ini akan membuat saya menyadari bahwa saya lah penyebab dari semua yang saya alami dalam hidup ini,
dan kalau ini bisa tercapai ..
maka ini secara tidak langsung,
saya mengambil alih KONTROL hidup saya.
Ini rahasia terbesar nya.
Dengan menyadari ini, maka saya akan di bawa pada sebuah level kesadaran yang baru. Kesadaran yang lebih besar dari MASALAH yang sedang saya hadapi.
Saya pun mengalami healing / penyembuhan.
Ketika saya 100% responsible, maka proses healing/ penyembuhan akan terjadi secara otomatis, tanpa perlu usaha macam macam.
Mendadak cara saya melihat masalah dan hidup ini berubah drastis, dan saya tidak lagi di kendalikan oleh keadaan, tidak lagi menjadi korban, tetapi kembali menjadi master ( tuan ) dalam hidup saya sendiri.
Bukan kah sejati nya manusia adalah master ( tuan ) dalam hidup nya sendiri?
Karena itu saya setuju dengan tulisan pada gambar di bawah.
Healing datang dari mengambil alih tanggung jawab ( responsibility ) untuk menyadari,
bahwa saya lah yang menciptakan pikiran, rasa dan tindakan saya.
Bukan kah masalah datang dari pikiran rasa dan tindakan yang saya lakukan sebelum nya ?
Karena itu masuk akal sekali kalau masalah ini saya sendiri lah penyebab nya.
100% responsible adalah konsep luar biasa yang kalau anda jalankan dan sadari akan membawa anda pada level kesadaran yang lebih tinggi lagi.
Menarik kan ?
Selamat merenungkan
Atau buka link >>>
https://api.whatsapp.com/send?phone=6282242020878&text=Terima%20kasih%20sudah%20menghubungi%0Ajadilah%20Manusia%20Istimewa
Thank you and i love you
Rabu, 10 September 2014
FANA
Adanya langkah pelampauan sampai pada satu titik dimana tauhid (penyatuan) bisa dicapai, terungkap dalam pernyataan Nabi Ibrahim AS. di dalam surat Al Anam yang secara metaforis diungkapkan dalam bentuk bintang, bulan, dan matahari.
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi, dan supaya ia termasuk orang-orang yang yakin.
Maka tatkala malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) ia berkata, Inilah Tuhanku. Maka tatkala bintang itu hilang dia berkata, Aku tidak suka kepada yang hilang.
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, Inilah Tuhanku. Maka tatkala bulan itu terbenam dia berkata, Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberikan petunjuk kepadaku niscaya aku termasuk kaum yang sesat.
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar! Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata, Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
( Surah Al-Anam [6] : 75-78 )
Bintang metafora pertama- melambangkan petunjuk atau cahaya indera seseorang yang mencari ilmu atau pengetahuan tentang kebenaran melalui sarana indera. Dahulu para pelaut menjadikan bintang-bintang di langit sebagai petunjuk arah ketika mereka berlayar. Bintang tak ubahnya seperti cahaya panca indera dalam diri manusia. Namun dengan cahaya indera ini seseorang takkan bisa mencapai kepada hakikat Ilahiah.
Metafora kedua bulan- adalah simbol cahaya akal. Dengan akal yang dibimbing oleh petunjuk atau cahaya syariat seseorang dapat dekat pada kebenaran dan kebajikan. Dengan cahaya akal ini seseorang dapat mengungkap rahasia-rahasia Ilmu Allah, yang dapat ia buktikan dan saksikan lewat fenomena alam. Dan keadaan ini akan membawanya kepada keyakinan yang lebih jauh terhadap kebenaran, meskipun dengan cahaya ini seseorang belum juga sanggup mencapai makrifat hakiki akan Tuhan.
Matahari metafora ketiga- melambangkan cahaya Suci atau cahaya Al Haqq yang menerangi hati manusia, sehingga seseorang yang mengalami keadaan ini memperoleh limpahan atau pelekatan sifat-sifat Allah ke dalam dirinya. Lewat cahaya Suci ini seseorang mengalami penyingkapan hati dan mata batinnya menyaksikan supremasi Tuhan dalam kekuasaan dan ilmu-Nya. Akan tetapi pada gilirannya keadaan ini menunjukkan keberagaman (katsrah). Dalam cara yang sama, keberagaman dapat dilihat pada gagasan mengenai tempat bersandar dan yang bersandar, atau pada yang Ridha dan yang diridhai. Dan ini menunjukkan adanya jarak antara keberagaman dan tauhid (kesatuan).
Keadaan ini sebagaimana dinyatakan Nabi Ibrahim AS. sendiri, Inikah Tuhanku? Pernyataan dalam bentuk pertanyaan ini muncul pada tiga waktu yang berbeda, suatu pertanyaan yang sebenarnya bertujuan untuk menyatakan pengingkaran. Maksudnya, seolah-olah Nabi Ibrahim AS. berkata, Ini adalah sesuatu yang diciptakan, suka terbenam dan hilang, lalu pantaskah ia menjadi Tuhanku dan Tuhan sekalian alam? Tidak, demi Allah, ini tidaklah mungkin. Ini bukanlah Tuhanku dan Tuhan sekalian alam, tetapi ini semua perwujudan dari hakikat Tuhanku. Atau ia bisa juga mengatakan, Apakah dengan cahaya panca indera, cahaya akal, dan cahaya Suci (cahaya Al Haqq). aku akan jadi tahu Tuhanku? Tidak, demi Allah, ini tidaklah mungkin Bahkan kita takkan pernah bisa mengenal-Nya kecuali dengan melintasi dan melampaui tiga cahaya itu. Sebab tak mungkin mencapai makrifat hakiki akan dzat-Nya, kecuali dengan dzat-Nya.
Disebutkan Nabi saw. bersabda, Aku telah mengenal Tuhanku melalui Tuhanku. Perumpamaan seseorang yang berusaha mencapai makrifat Tuhan dengan menggunakan cahaya Suci adalah seperti orang menyaksikan matahari dengan cahaya matahari. Jelas bahwa yang disaksikannya benar-benar matahari dan cahayanya yang tersebar ke seluruh penjuru arah, sekalipun penyaksiannya masih membedakan antara penyaksi (cahaya matahari) dengan yang disaksikan (matahari itu sendiri) bukan penyaksian ke-esa-an murni akan Tuhan.
Makna mendalam yang ingin diungkapkan di sini adalah bahwa seperti halnya orang baru bisa melihat matahari dan cahayanya setelah ia menghubungkan diri dengan matahari berdasarkan kesucian dan cahaya- begitu pula, orang baru bisa menyaksikan Yang Maha Nyata setelah berupaya menjalin hubungan antara dirinya dengan Dia, dengan cara membebaskan diri dari selain-Nya dan membenarkan keagungan-Nya secara mutlak di atas semua ciptaannya.
Ketika Allah mengungkapkan diri-Nya (tajalli) atau dzat-Nya ke dalam hati seorang hamba, maka yang diungkapkan adalah esensi-Nya, yaitu berupa nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya bukan wujud-Nya yang mutlak. Sebab wujud-Nya yang mutlak sesungguhnya tidak bersifat atau tidak terlukiskan sama sekali. Dzat-Nya adalah Wujud Mutlak, yang ke-esa-an-Nya tak lain adalah dzat-Nya sendiri, sedangkan apapun selain wujud-Nya adalah ketiadaan mutlak. Tajalli dalam bentuk nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya harus dipahami sebagai keadaan dimana wujud-Nya memberi identitas atau memberi sifat kepada esensi-Nya. Sehingga lewat nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya itu Dia dapat disaksikan. Jadi Esensi menjadi tumpuan atau pijakan Wujud. Dengan kata lain, pengungkapan ke-esa-an Allah ke dalam hati seorang hamba, adalah pengungkapan diri Yang Maha Nyata dari kehadiran ke-esa-an dzat-Nya yang mutlak tanpa ada sifat atau lukisan apapun yang dapat melukiskannya- ke kehadiran ke-esa-an-Nya yang terlukiskan oleh sifat-sifat dan nama-nama-Nya sebagaimana Dia informasikan di dalam Al Quran dan Sunnah. Coba perhatikan dengan baik kalimat terakhir ini, karena dengan memahami ini akan memudahkan pemahaman kita selanjutnya.
Pengungkapan diri-Nya ini juga menandai munculnya sifat-sifat mengetahui dan menerima dari-Nya, sebab berbagai hakikat (di dalam ilmu-Nya) yang tersembunyi di balik ke-esa-an dzat-Nya yang mutlak, merupakan obyek pengetahuan-Nya, dan yang menerima pelimpahan wujud ke alam nyata (fenomenal) dimana hati seorang hamba mengalami penyingkapan (kasyf).
Gambaran keadaan ini dapat kita lihat dalam surat Al Arf [7] ayat 172,
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menjadikan keturunan Bani Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian atas diri (nafs) mereka, Bukankah Aku ini Rabb (Tuhan)-mu?. Mereka menjawab, Betul, kami menjadi saksi. Yang demikian supaya kamu tidak mengatakan di hari kiamat, Sesungguhnya kami lalai tentang hal ini.
Inilah keadaan dimana jiwa (nafs) menyaksikan kehadiran-Nya (Rabb), yang adalah bentuk-bentuk rasional dari nama-nama-Nya atau kehadiran ke-esa-an-Nya yang tersifati oleh nama-nama-Nya. Sebagaimana kita tahu kata rabb mengacu pada pengertian; pencipta, pengatur, pemelihara dan pendidik. Dengan demikian, hakikat-hakikat di dalam ilmu-Nya yang tadinya tersembunyi di balik ke-esa-an dzat-Nya yang mutlak (di alam non-eksistensi) kemudian aktual dan mewujud dalam alam fenomenal.
Namun demikian, sekali lagi, keadaan ini menunjukkan jiwa (nafs) yang menyaksikan lewat mata hati yang mengalami penyingkapan (kasyf), dan bukan kemusnahan (fana) di dalam-Nya. Begitu pula apa yang disaksikan adalah, kehadiran ke-esa-an-Nya dalam perwujudan-perwujudan yang beragam (sifat-sifat dan nama-nama-Nya), dan bukan kemanunggalan dan kemandirian dzat-Nya yang mutlak (hilangnya selubung-selubung kemegahan Ilahi dan kekuasan-Nya, atau yang dalam istilah Mulla Shadra disebut, Perbedaan Wujud kembali kepada persamaannya).
Semua yang ada di bumi ini akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhan-mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
(Surat Ar Rahman/ 55,ayat : 26-27)
Kemusnahan (fana) di dalam-Nya, diisyaratkan di dalam surat Al Arf [7] ayat 143, yang secara metaforis diungkapkan dengan pecahnya bukit dan pingsannya Nabi Musa as.
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan, dan Tuhan berkata-kata dengannya, Musa berkata, Ya Tuhanku, perlihatkanlah (diri-Mu). Tuhan berfirman, Kamu tidak sanggup melihat-Ku, tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya, maka nanti kamu akan dapat melihat-Ku. Maka setelah Tuhan memperlihatkan (kebesaran) diri-Nya di bukit itu, Allah menjadikannya pecah dan Musa jatuh pingsan. Setelah Musa sadar kembali, dia berkata, Mahasuci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama-tama beriman.
Ketika Allah memperlihatkan kebesaran-Nya di bukit itu, ini mengungkapkan kehadiran ke-esa-an-Nya dalam sifat-sifat dan nama-nama-Nya (perwujudan yang beragam) yang dapat disaksikan oleh hati yang mengalami penyingkapan. Dan saat bukit itu pecah (Allah yang menjadikannya pecah), itu menunjukkan musnahnya selubung kebesaran-Nya, kembalinya keragaman kepada ketunggalan dan kemandirian dzat-Nya yang tak bersifat atau tak terlukiskan. Dzat-Nya adalah Wujud Mutlak, dan ke-esa-an-Nya tak lain adalah dzat-Nya itu sendiri, sedang selain wujud-Nya hanyalah ketiadaan. Bersamaan dengan itu pingsanlah Nabi Musa as. Pingsannya Nabi Musa adalah simbol dari kemusnahan jiwa, bukan kemusnahan aktual melainkan kemusnahan dalam makrifat. Sirna di dalam dzat-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis Nabi saw. : Matilah kamu sebelum datang kematian-mu. Dan inilah yang dimaksud dengan fana di dalam diri-Nya.
Dan ketika Musa as. kembali terjaga, setelah mengalami keadaan di atas, sadarlah ia bahwa apa yang selama ini ia pahami tentang hakikat Allah, apa yang sebelum ini ada dalam pikirannya tentang wujud-Nya yang mutlak, bukanlah hakikat dzat-Nya yang sesungguhnya. Mahasuci Dia dari segala apa yang disifatkan dan dilukiskan, karena dzat-Nya tidak dapat dilukiskan, Dia bukan ini, bukan itu, bukan apa pun yang bisa dibayangkan.
Fana di dalam dzat-Nya yang Maha Mutlak, adalah maqam penyingkapan Esensi Hakiki, penyingkapan seseorang dari selubung-selubung kemegahan dan kekuasaan-Nya, dan hilangnya segala selubung selain Tuhan. Mereka yang berada pada maqam ini adalah mereka yang melampaui penyaksian kehadiran Allah dalam perwujudan-perwujudan beragam. Tidak ada sesuatupun kecuali Dia. Semua adalah Dia, karena Dia, dari Dia, dan kepada-Nya. Tanda kemusnahan di dalam diri-Nya, adalah kukuhnya seseorang di dalam maqam istiqomah (keteguhan) dan maqam tamkn (keajegan), sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang-orang yang telah taubat bersama kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(Surat Huud [11] : 112)
Ada perbedaan antara manusia yang terus meng-ada dengan dirinya sendiri dengan manusia yang telah luluh di dalam diri Tuhannya.
Akhirnya, sampailah bagi saya untuk menghentikan pembahasan mengenai keadaan fana ini, dan saya berharap semoga Allah membukakan hati dan pikiran kita semua untuk dapat menerima limpahan ilmu-Nya yang bermanfaat. Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana. Dialah yang mengatakan kebenaran dan menuntun ke jalan yang benar. (Laut itu tetaplah laut yang sebelumnya; kejadian hari ini hanyalah ombak dan gelombang air)
Ўªª ALLAH ......ampunilah segala kesalahanku dan bukalah hijab ini agar bisa memahami ilmu Engkau.................آمِّيْنَ
Jumat, 05 September 2014
Bahan Renungan ( hasil copy paste dari ki sabda )
- Dzat (Dzatullah) Tuhan Yang Maha Suci, meretas menjadi;
- Kayu Dhaim (Kayyun) Energi Yang Hidup, meretas menjadi;
- Cahya atau cahaya (Nurullah), meretas menjadi;
- Rahsa atau rasa atau sir (Sirrullah), meretas menjadi ;
- Sukma atau ruh (Ruhullah).
Jumat, 11 Juli 2014
MENGUNGKAP REFORMASI SEJATI
Sedikit demi sedikit, tahap demi tahap RAHASIA DARI SISI ALLOH SWT SUDAH TERKUAK ATAU TERBUKA untuk diketahui oleh ummat manusia di dunia. Dalam pengungkapan ini si penulis sebelummnya telah mendapatkan dan melalui sebuah proses ujian lahir dan batin yang sangat berat dimana pada pergantian tahun Islam 1434 H ke tahun 1435 H, selama tujuh hari tujuh malam jasad dan roh harus rela dipisah demi mensucikan lahir dan batin, kemudian tujuh hari tujuh malam harus masuk rumah karantina karena sudah dianggap gila, tujuh hari tujuh malam berikutnya atas permintaan keluarga harus mengikuti terapi untuk membuang unsur jahat katanya, padahal saya tidak ada masalah tapi karena sudah dicap seperti orang gila akhirnya saya harus menerima kondisi ini karena tidak ada yang tahu apa sesungguhnya yang sedang terjadi pada diri saya, kemudian tujuh hari tujuh malam selanjutnya adalah untuk pemulihan pisik atau jasmani agar saya bisa beraktipitas kembali. Selama satu bulan lebih dalam masa ujian tersebut saya sebagai penulis tidak bisa bekerja untuk mencari napkah keluarga, dengan mengucapkan fuji syukur kepada ALLOH SWT akhirnya bisa dilalui sehingga saat ini bisa bekerja kembali seperti biasa dan bisa menyampaikan berita kembali melalui tulisan dalam situs ini.
Manusia tinggal memilih lewat jalur mana untuk disadarkan, Lebih baik di ingatkan lewat tulisan atau diingatkan lewat kejadian gejolak alam yang sudah dan sedang terjadi dalam kehidupan kita saat ini.
Contoh kejadian alam sudah banyak terjadi, tetapi toh tidak banyak merubah pola pikir para pemimpin bangsa ini. Awal tahun baru 2013 pernah diingatkan dengan banjir yang melanda Istana di Jakarta, tetapi budaya festa menjelang tahun baru 2014 yang dilakukan di Jl. Tahmrin atas gagasan dari para pemimpin Pemerintah DKI yang baru ini tetap saja di ulang lagi, banyak-banyaklah melakukan syukuran kepada ALLOH SWT dan dengan dana festa itu bisa digunakan untuk membantu anak yatim piatu serta rakyat yang tidak mampu. Kenapa saya sampaikan ini, sekedar info saja, pada menjelang akhir tahun 2012 saya sendiri pernah mendapatkan petunjuk bahwa akan terjadi banjir dalam lingkungan atau lokasi kerja saya, sampai akhirnya saya harus memberitahu teman-teman kerja saya untuk beriap-siap menghadapi banjir, tapi dianggap tidak serius, ya sudah saya pasrah saja…., akhirnya terjadi banjir setelah ada acara festa tahun baru di Jl.Thamrin. Dengan kejadian banjir ini akhirnya saya ikut sibuk untuk mengurusi dampak banjir itu yang menimpa di aera kerja saya, bahkan sampai detik ini saya menyaksikan langsung bagaimana dampak banjir ini jadi ajang “PROYEK” untuk mengangkat popularitas demi mengambil hati rakyatnya, “PADAHAL KEJADIAN BENCANA BANJIR ITU ADALAH PERINGATAN DARI ALLOH SWT UNTUK BAHAN RENUNGAN”.
Jadi dari situasi perjalanan kehidupan yang dialami si penulis saat ini sesungguhnya sedang mempelajari dan terjun untuk peraktek langsung, bagaimana mengetahui situasi dan kondisi system pembangunan dilingkungan bangsa ini, sehingga suatu saat bisa bermanfaat bagi pembangunan yang diridhoi oleh ALLOH SWT, (anda analisa sendiri saya sedang berada dilingkungan mana), mudah-mudahan ini akan menjadi sejarah untuk diingat bangsa ini.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk kita dan generasi kita selanjutnya sehingga mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi didalam kehidupan kita saat ini. Baik buruknya harus kita sampaikan sehingga menjadi pelajaran berharga bagi generasi berikutnya dalam melanjutkan kehidupan di dunia yang diridhoi oleh ALLOH SWT.
Wassalammu’alaikum warohmat-ALLOH wabarokatuh.